5 Mitos menulis Skripsi
Halo para mahasiswa.... berikut saya ceritakan masalah untuk menulis skripsi yang berasal dari keluh kesah mahasiswa zaman now , banyak yang mengatakan proses skripsi begitu panjang dan melelahkan, membuat bimbang untuk dapat menyelesaikan yang namanya skripsi. Rata-rata hal ini dirasakan juga oleh para mahasiswa yang cemerlang, memiliki IPK di atas rata-rata, rajin dan penuh dedikasi, tetapi entah mengapa, skripsi menjadi sebuah momok yang sepertinya tidak bisa diatasi oleh para mahasiswa sendiri.
Lalu, mengapa menulis skripsi begitu menjadi momok yang menakutkan? Mengapa terkadang skripsi menjadi beban psikologis yang sulit dihadapi? Berikut beberapa mitos yang ada di benak mahasiswa terkait skripsi dan mengapa mitos-mitos tersebut salah dan banyak yang tidak beralasan.
1. skripsi itu harus sempurna
Skripsi adalah tahap akhir perjalanan mahasiswa, tak heran beberapa pihak berpendapat bahwa skripsi sudah sepantasnya menjadi produk yang sempurna….atau paling tidak nyaris sempurna. Menurut saya pribadi, pendapat ini kurang tepat. Saya setuju bahwa skripsi haruslah berkualitas baik, tetapi saya meyakini bahwa karya akhir mahasiswa ini tidaklah harus sempurna. Skripsi adalah media belajar bagi mahasiswa untuk mengekspresikan ide kreatif dan kegundahan intelektualitasnya dalam bentuk karya ilmiah, dengan panduan sang dosen pembimbing. Karena skripsi adalah media belajar, tentunya selalu ada ruang untuk penyempurnaan dan perbaikan. Tambahan lagi, skripsi juga menjadi landasan dasar bagi seorang mahasiswa dalam menulis karya ilmiah lanjutannya di masa mendatang. Semisal, ketika yang bersangkutan memutuskan untuk melanjutkan studi ke jenjang pasca sarjana.
2. Kesulitan mencari topik
Ini biasanya jadi kendala klasik bagi mayoritas mahasiswa. Komentarnya sama: tidak ada topik yang bisa diteliti lagi, hampir semuanya sudah diriset. Saya akui, mencari topik skripsi memang tidak mudah, tetapi bukan berarti juga sangat sulit. Topik skripsi bisa didapatkan dengan cara banyak membaca literatur. Tanpa banyak membaca, jangan harap bisa menemukan ide untuk topik menulis skripsi. Bagaimana membaca yang baik? Pertama, carilah topik bacaan yang sesuai dengan bidang yang ingin kita teliti. Misal fokus ke bidang tertentu, ambil contoh audit. Lalu, sempitkan lagi, audit apa? Keuangan atau operasional? Jika audit keuangan, kira-kira kualitatif atau kuantitatif? Dan seterusnya. Lalu bisa dilanjutkan lagi untuk membaca skripsi-skripsi yang sudah pernah ditulis, jurnal ilmiah baik dalam maupun luar negeri dan buku-buku teks yang relevan. Yang perlu diingat, membaca ini untuk mencari rujukan dan inspirasi ya…bukan untuk mencontek dan plagiat. Nah, jika topik umum sudah mulai didapatkan, silahkan berdiskusi dengan calon dosen pembimbing, dosen pengampu bidang atau dengan teman sendiri. Diskusi akan membantu kita menemukan ruang-ruang kosong yang tidak terpikirkan.
3. Susah dapat data
Ini juga masalah klasik. Data penelitian (khususnya akuntansi), bisa berupa data primer dan sekunder. Buat mahasiswa yang kesulitan untuk mendapatkan data secara primer (misal data langsung dari perusahaan, mereka bisa melakukan penelitian dengan data dari laporan keuangan perusahaan. Beragam analisis bisa dilakukan dengan laporan keuangan perusahaan, terlebih saat ini semakin banyak perusahaan menerbitkan laporan tahunan – dengan informasi pelengkap di luar data-data keuangan. Nah, mahasiswa bisa mengambil data lewat informasi laporan keuangan tersebut. Jika memang harus mengambil data primer lewat proses wawancara, obervasi, diskusi dan penyebara kuesioner ke responden, manfaat hasil akhirnya juga akan banyak mengalir ke mahasiswa yang bersangkutan. Karena mahasiswa akan belajar berinteraksi dengan banyak pihak untuk memuluskan proses pengumpulan datanya. Sebagai contoh, mahasiswa belajar untuk membikin janji dengan narasumber, berdiskusi dengan mereka, menyaring informasi dan menarik kesimpulan serta mencari cara untuk mengatasi hambatan-hambatan yang ada. Jadi, biarpun penuh tantangan, manfaatnya akan sangat besar bagi pengembangan interpersonal skill si mahasiswa.
4. Tidak bisa menulis dengan baik
“Saya lebih suka ngomong atau nonton dibandingkan menulis”, ujar para mahasiswa dengan perasaan yang pesimis. “Sementara menulis, rasanya susah sekali untuk dijabarkan”, lanjutnya. Well, argumen sepert ini tentu saya bantah. keika mengetik di Google dan saya temukan akun sosial media mahasiswa zaman now lalu saya perhatikan dan ternyata ada banyak cuitan yang ia lontarkan setiap harinya. Melihat aktivitiasnya di jejaring sosial, saya bisa menilai bahwa para mahasiswa zaman now bisa menulis dan memberikan komentar terhadap suatu isu. Hanya saja memang ia belum mampu menyusunnya menjadi sebuah struktur tulisan yang baku dan rapi apalagi secara ilmiah seperti skripsi. Oleh karena itu, skripsi diharapkan dapat menjadi ajang latihan bagi mahasiswa untuk bisa menulis dengan baik – argumentatif, ilmiah dan berdasarkan bukti-bukti empiris. Ke depan, latihan ini akan memberikan manfaat yang besar. Kelak di dunia kerja, besar kemungkinan para lulusan akan diminta untuk menulis berbagai macam hal. Antara lain laporan ke atasan senior, memo tentang suatu aktivitas sampai surat elektronik dalam format bisnis. Singkat kata, menulis menjadi bagian penting yang dibutuhkan oleh dunia kerja saat ini.
5. Dosen pembimbing mempersulit mahasiswa
Karena skripsi ada di masa akhir belajar, maka banyak mahasiswa berpikir bahwa kelulusannya sangat bergantung di tangan sang dosen pembimbing. Maka tak heran, sang dosen menjelma menjadi penentu nasib kesuksesan studi. Saya sepakat bahwa dosen pembimbing memang penting dalam proses skripsi, tetapi sekali lagi ia hanyalah seorang pembimbing, sementara karya skripsi adalah tanggung jawab mahasiswa. Idealnya, jika seorang mahasiswa mengerjakan skripsi dengan penuh tanggung jawab, berkomunikasi dan menjalankan petunjuk dosen dengan baik, maka besar kemungkinan yang bersangkutan akan dapat menyelesaikan skripsinya. Semudah itu. Perlu diingat pula bahwa sang dosen secara khusus dan universitas pada umumnya juga berkeinginan agar mahasiswanya segera lulus dan berkarya di dunia nyata. Jadi tidak ada untungnya bagi sang dosen untuk memperlambat kesuksesan studi mahasiswanya. Leibih jauh, dari sisi hitung-hitungan akreditasi pemerintah, program studi yang baik adalah program studi yang mahasiswanya bisa lulus tepat waktu. Sehingga program studi dan universitas juga memiliki kepentingan agar mahasiswanya bisa segera lulus.
Kelima mitos di atas kemudian saya sampaikan ke mahasiswa zaman now. Pesan saya, buat kalian para mahasiswa di mana saja yang membaca tulisan ini: ada jutaan mahasiswa yang telah menulis skripsi dan lulus. Mereka berhasil mengalahkan rasa takut dan kekhawatiran mereka, mereka bisa melewati fase tantangan ini. Jika mereka bisa, mengapa kalian tidak bisa? Skripsi memang tidak mudah, tapi bukan berarti jadi momok yang harus dihindari. Gassskuen....